A. Latar Belakang Masalah
Penduduk Kabupaten Pati percaya bahwa saridin atau Syrh Jangkung adalah putra dari Sunan Muria dan sedangkan dari luar kabupaten Pati percaya bahwa Syeh Jangkung adalah putra dari Sunan Bonag. Ki Ageng Keringan di tayu memepunyai sebuah putri yang memohon kepada orang tuanya untuk derikan adik laki-laki. Secara Kebetulan Sunan Kalijaga Lewat dan membawa sorang bayi laki-laki yang baru dilahirkan dan bayi tersebut di berikan Sunan Kalijaga kepada Ki Ageng Keringan. Ketikan Putri Ki Ageng Keringan Yang bernama Sumiyem telah dewasa ia diperistri oleh seorang laki-laki pendatang, bernama Raden Barnjung. Kemudian Saridin dan Samiyem yang telah menikah dengan Raden Barnjung pindah ke desa kayen. Ketika saridi sudah cukup umur Saridin meikah dengan gadis dari desa kayen. Ketika sudah berumah tangga kehidupan keluarga Saridin dengan kelurga kakaknya berbeda jauh, kakak Saridin yang telah mapan dan Saridin yang sangat kekeuarangan.[1]
Pada suat ketika Kelurga Saridin terlibat perselisihan dengan kakak iparnya gara-gara memperebutkan buah durian. Sehingga di buat perjanjian yang isisnya ketika buah durian jatuh di malam hari akan menjadi milik Saridin dan ketika jatuh disiang hari akan menjadi milik kakaknya. Karena buah durian selalu jatuh di malam hari sehingga Raden Branjong berbuat curang dengan menyamar menjadi sebagai harimau dengan cara memakai kain hitam dan mengaum seperti harimau untuk mendapatkan buah durian. Tetapi perbuatan kakak iparnya itu akhirnya diketahui Saridin dan pada suatu malam saridin menyergap harimau gadungan dengan menghujamkan sejata tajam ke badan harimau. Harimau bukannya meraung-raung tapi malah berteriak kesakitan dan akhirnya meninggal.
Pada keesokan harinya Saridin diserahkan aparat Pati untuk diadili. Bupati Pati waktu itu adalah Mangun Oneng. Saridin diputuskan bersalah dan akan dijatuhi hukuman gantung yang pelaksanaannya akan dilaksanakan di lapangan terbuka. Ketika saridin sudah siap digantung tiba-tiba Saridin menghilang, tetapi ada seseorang yang bisa melihat keberadaan Saridin sehingga Saridin melarikan diri. Saridin dikejar-kejar oleh orang-orang Bupati Pati Mangun Oneng dan akhirnya Saridin tertangkap dan dimasukan ke dalam penjara. Tetapi setiap malam Saridin Keluar untuk pulang kerumahnya bertemu dengan keluarganya, sehingga pada suatu hari perbuatan Saridin deketahui oleh tetangganya dan dilaporkan ke Bupati. Bupati melakukan penyergapan ke rumah Saridin, tetapi Saridin berhasil lolos dari sergapan itu.[2]
Saridin meninggalkan keluarganya dan bergi berguru kepada Sunan Kudus. Sebagai murid baru dalam bidang agama, orang Miyono itu lebih pintar ketimbang para santri lain. Belum lagi soal kemampuan dalam ilmu kasepuhan. Hal itu membuat dia harus menghadapi persoalan tersendiri di perguruan tersebut. Dan itulah dia tunjukkan ketika beradu argumentasi dengan sang guru soal air dan ikan.Untuk menguji kewaskitaan Saridin, Sunan Kudus bertanya, “Apakah setiap air pasti ada ikannya?” Saridin dengan ringan menjawab, “Ada, Kanjeng Sunan.” Mendengar jawaban itu, sang guru memerintah seorang murid memetik buah kelapa dari pohon di halaman. Buah kelapa itu dipecah. Ternyata kebenaran jawaban Saridin terbukti. Dalam buah kelapa itu memang ada sejumlah ikan. Karena itulah Sunan Kudus atau Djafar Sodiq sebagai guru tersenyum simpul.
Akan tetapi murid lain menganggap Saridin lancang dan pamer kepintaran. Ketika bertugas mengisi bak mandi dan tempat wudu, para santri mengerjai dia. Para santri mempergunakan semua ember untuk mengambil air. Saridin tidak enak hati. Karena ketika para santri yang mendapat giliran mengisi bak air, termasuk dia, sibuk bertugas, dia menganggur karena tak kebagian ember. Dia meminjam ember kepada seorang santri. Namun apa jawab santri itu? ”Kalau mau bekerja, itu kan ada keranjang.” Dasar Saridin. Keranjang itu dia ambil untuk mengangkut air. Dalam waktu sekejap bak mandi dan tempat wudu itu penuh air. Santri lain pun hanya bengong. Cerita soal kejadian itu dalam sekejap sudah diterima Sunan Kudus. Demi menjaga kewibawaan dan keberlangsungan belajar para santri, sang guru menganggap dia salah. Dia pun sepantasnya dihukum. Sunan Kudus pun meminta Saridin meninggalkan perguruan Kudus dan tak boleh lagi menginjakkan kaki di bumi Kudus. Vonis itu membuat Saridin kembali berulah. Dia unjuk kebolehan. Tak tanggung-tanggung, dia masuk ke lubang WC dan berdiam diri di atas tumpukan ninja. Pagi-pagi ketika ada seorang wanita di lingkungan perguruan buang hajat, Saridin berulah. Dia memainkan bunga kantil, yang dia bawa masuk ke lubang WC, ke bagian paling pribadi wanita itu. Karena terkejut, perempuan itu menjerit. Jeritan itu hingga menggegerkan perguruan. Setelah sumber permasalahan dicari, ternyata itu ulah Saridin. Begitu keluar dari lubang WC, dia dikeroyok para santri yang tak menyukainya. Dia berupaya menyelamatkan diri. Namun para santri mengejar ke mana pun Saridin bersembunyi.
Disebuah tempat di kota Kecamatan Kayen, sebelah selatan Kota Pati terdapat sebuah makam kuno yang sangat dikeramatkan. Penduduk setempat mempercayai bahwa makam yang keramat itu adalah makam Syeh Jangkung, seorang ulama Islam yang legendaris. Menurut Serat Syeh Jankung dan masyarakat yang tinggal di sekitar makam bahwa syeh Jankung itu hidup pada zaman kerajaan Demak pada abad ke-16. Namun di desa Lendah Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta juga terdapat sebuah makam kuno yang menurut Juru Kuncinya adala makam Syeh Jangkung. Konon, semasa hidupnya, Ngersa Dalem Sultan Hamengku Buwono IX, sering berziarah ke makam Syeh Jangkung di Lendah.[3]
Sejak runtuhnya kekaisaran Ngerum pada tahun 1453 M. Aktivitas Para Wali Sanga, kejayaan Mataram pada masa Sultan Agung sampai masa Bupati Pati yang bernama Mangun Oneng, semua cerita tentang Saridin alias Syeh Jangkung ini serba rancau. Para tokoh yang terkait, kurun waktu kejadiannya serta isi cerita itu sendiri, tidak cocok sama sekali. Sebagai contoh! Pada waktu ketika Saridin Menerima gelar Syeh dari Kaisar Ngerum (Romawi) yang pada waktu itu adalah seorang Kristiani (Kaisar Constantinus XI Palaeologus).[4] Pada waktu itu Saridin sudah dewasa. Sementara, baik Sunan Bonang maupun Sunan Kalijaga, belum lahir. Dewi sujinah, istri Sunan Muria adalah kakak perempuan Sunan Kudus. Pernikahan Sunan Muria dengan Dewi Sujinah mempunyai seorang putra, bernama Raden Santri atau Raden Prawata (bukan Sunan Prawata kakak Ratu Kaliyamat). Sebagai pewaris Sunan Kalijaga, kelak ia terkenal dengan sebutan Pangeran Adilangu, yang banyak melahirkan karya-karya sastra.
Jika dihitung rentan waktu petualangan Saridin, mulai tahun 1678 M (akhir pemerintahan Bupati Pati Mangun Oneng I) samapai tahun 1453 M (runtuhnya kekaisaran Ngerum) sebab perjalanan Saridin ini menempuh waktu yang terbalik, yakni mundur ke masa lampau sebelum ia lahir maka diperoleh masa sepanjang 225 tahun.
Penulis dalam memilih Peranan Syeh Jankung dalam Penyebaran Agama Islam di Daerah Pati karena peneliti sendiri adalah berasal dari Kabupaten Pati dan beragama Islam, sehingga peneliti tertarik dalam meneliti tentang Peranan Syeh Jankung dalam Penyebaran Agama Islam di Daerah Pati yang merupakan salah satu ulama yang terkenal dan berperan penting dalam penyebaran agama Islam di Pati khususnya di Kecamatan Kayen Kabupaten Pati

0 komentar :